Bersantai Tanpa Rembulan..

Di sebuah pagi, kulihat seseorang mengaku sedang bersantai. Terusik jemariku untuk menegurnya. Bagiku, santai, melamun, mengandai dan menerawang, bedanya setipis ari. Dan akupun menyapanya: “Sesantai apa, Nduk...”

Tapi Jawabannya membuatku terduduk tegak. “Kayak di pantai, di pagi hari, tanpa rembulan!” sergahnya. Jawaban itu penuh arti. Dia sedang tak ingin terganggu rembulan. Dan akupun menguatkan hatinya. “Rembulan selalu ada, tapi sengaja sembunyi di siang hari... Biar tidak kelihatan pucat pasi..,” jawabku mencoba bijak.

“Yup! rembulan itu memang tak lagi indah, seiring dengan terbongkarnya tipuan yang ia buat, pun di malam hari.” Walau dalam bahasa tulis, terasa sekali intonasinya mulai meningkat.

“Rembulan tak pernah bersalah. Dia beredar dalam garis fenomena alam. Manusia di bumilah yang membuat cerita. seakan rembulan itu surga. Padahal hanya daratan gersang, yang bahkan tak layak dihuni manusia. fatamorgana...” jawabku terangkai.

“Aku juga tak menyalahkannya. Mata keringku aja yang tertipu, oleh pesona semu yang ditebarkannya. Kuat, mengikat, hingga mata hatiku tak mampu membaca, bahwa ia fatamorgana...,” tandasnya.

“Padahal rembulan bukanlah matahari. Cahayanya tak silau di mata. Rembulan lebih merupakan tanda. Manusia dapat menggunakannya sebagai petunjuk, tentang tanggal dan hari. Rembulan hanyalah pemanis malam, menghias angkasa, mengiringi bintang. Sejatinya dia sangat biasa, dibanding kelip bintang-gemintang di sekitarnya. Apalagi disanding kedahsyatan matahari. Rembulan adalah pelayan bumi, tempat manusia berpijak,” jelasku panjang lebar. “Jadi, biarlah rembulan itu dimiliki bumi, dan jangan dimiliki perorangan manusia,” kataku memberi saran.

“OK... akan kukatakan ‘goodbye’ pada rembulan, aku tak mau lagi berbincang dengannya. Baru kusadari, ia amat berbahaya, membuatku sulit melihat mana yang ‘seolah-olah’ dan mana yang ‘sebenar-benarnya’….” Jawabnya tegas, tekadnya (semoga) sudah bulat. Dia benar-benar ingin bersantai, tanpa rembulan…

Comments

Popular posts from this blog

Obituari Kyai Mukhlason: 'Lentera' Itu Telah Padam

Darul Ulum Tetap Jaya, yang Melegenda

Pesantren, Mata Rantai Ilmu dan Obsesi Para Shaleh Terdahulu